Wednesday, 6 February 2013

JANGAN TAKUT PADA KENYATAAN


Cerpen yang pernah ikut serta lomba Chicken Soup (Maap kalo salah nulisnya ^^V) tapi seperti biasa gagal. Daripada cuma nangkring di folder yang berdebu mending aku pasang disini. 悪いけど 読みませんか。
***


Siang itu begitu terik. Rumah juga sunyi senyap karena bunda sedang pergi. Selepas pulang sekolah dan mengganti seragam putih biru, aku bergegas makan siang. Saat melewati ruang tamu, tak sengaja aku melihat sebuah majalah tergeletak di atas meja. Penasaran, aku menunda makan siangku dan membuka majalah itu. Mungkin ini majalah bunda, pikirku. Majalah itu majalah wanita. Aku tertarik membaca bagian info dan tips. Ada sebuah info yang menarik perhatianku. Judulnya ‘ Kenali Leukimia’. Leukimia? Bukankah itu penyakit kanker darah yang susah disembuhkan dan kebanyakan penderitanya meninggal?
Pasti sakit sekali. Hidup diantara bayang-bayang kematian. Ingin mengeluh, mengeluh kepada siapa? Kepada Allah? Sama saja tak lagi percaya pada-Nya. Mengeluh kepada orang tua? Apa salah mereka? Tak ada tempat untuk mengeluh. Menyesakkan.
 Menyesal? Apa yang perlu disesali? Bukankah semuanya telah terjadi?  Hari demi hari kesehatan menurun. Merepotkan banyak orang. Mengeluarkan banyak uang. Benar-benar menderita lahir batin.  Setidaknya itulah yang ada di bayanganku jika menjadi penderita Leukimia.
Kubaca info itu dengan saksama.
Gejala umum Leukemia adalah :
1. Demam dan berkeringat pada malam hari
2. Sering mengalami infeksi
3. Kelelahan dan lemas
4. Sakit kepala
5. Pendarahan, misalnya gusi berdarah, lebam kebiruan pada kulit, dan bintik merah
dibawah kulit.
6. Nyeri tulang atau persendian
7. Berat badan turun secara drastis
Setelah membacanya tuntas, kubaca juga pengalaman seorang penderita Leukimia. Kisahnya benar-benar mengharukan. Dia benar-benar kuat dan tabah. Untunglah setelah kemotrapi dan melakukan pengobatan secara rutin, dia berhasil sembuh. Padahal awalnya dia divonis tak bisa bertahan lebih dari beberapa bulan. Menakjubkan.
Setelah kuletakan kembali ke tempat semula, aku pun segera makan siang. Info yang barusan kubaca langsung kulupakan begitu saja. Maklum perut tak bisa diajak kompromi lagi.
Hari demi hari kulewati begitu saja.Tak ada yang aneh dalam kehidupanku. Keluargaku harmonis. Aku cukup dekat dengan bunda. Ayah juga menyayangiku seperti dengan adik-adikku.  Aku mulai memperhatikan lawan jenisku. Masih sebatas perhatian, belum sampai ke tahap pacaran seperti teman-temanku. Iri juga melihat mereka yang suda pacaran. Menurut bunda semua ada tahap-tahapnya, aku belum boleh ke tahap pacaran karena dianggap belum bisa membedakan arti ’suka’ dan cinta pada orang lain. Rasa iriku kupendam dalam-dalam. Buatku apa yang dikatakan bunda adalah yang terbaik untukku.Walaupun aku tak mengerti maksudnya.
Waktu kembali berjalan dan tak tahu apa yang akan datang dan terjadi. Entah kenapa akhir-akhir ini tubuhku sering merasa nyeri. Terutama di persendian. Di tubuhku juga terdapat memar. Saat malam, aku kadang demam dan berkeringat. Lelah dan lemas juga sering kualami tanpa sebab. Mimisan juga kerap kali kualami. Tiap hari kepalaku pusing. Tubuhku tiba-tiba terasa ’asing’ bagiku.
Mengetahui keadaanku, bunda tentu saja cemas. Sudah beberapa kali aku berobat tetapi tak ada hasil. Suatu hari ayahdan bunda  pun memeriksakanku ke rumah sakit.  Beberapa tahap pemeriksaan kujalani. Tes darah adalah pemeriksaan yang paling menyakitkan. Darahku diambil dengan suntikan. Sakit sekali. Hasil pemeriksaan hari ini akan keluar 2 hari lagi.
Dua hari berlalu dengan cepat. Secepat kenyataan yang kini harus kuhadapi.
” Yah, saskia gak kenapa-napa kan? ” tanyaku pada ayah setelah mengambil hasil pemeriksaan 2 hari yang lalu.
Ayah diam menatapku. Ada apa sebenarnya?
” Saskia..., ” ucap ayah lirih.
Aku diam saja, menebak-nebak apa yang terjadi sebenarnya.
” Saskia... Kamu mengidap leukimia, ” ujar ayah.
Ketika itu kakiku langsung lemas seperti tak kuat menahan kenyataan yang begitu berat. Penyakit yang pernah kubaca di majalah malah menjadi penyakitku?
Ya Allah, apa salahku?
Kini aku adalah seorang pengidap leukimia. Kehidupan yang baru kujalani selama 13 tahun benar-benar berubah seperti yang pernah aku bayangkan sebelumnya. Hidup diantara bayang-bayang kematian. Ingin mengeluh, mengeluh kepada siapa? Kepada Allah? Sama saja tak lagi percaya pada-Nya. Mengeluh kepada orang tua? Apa salah mereka? Tak ada tempat untuk mengeluh. Menyesakkan.  Menyesal? Apa yang perlu disesali? Bukankah semuanya telah terjadi?. 
Aku harus bagaimana?
Sejak aku tahu penyakitku, hari-hari kuisi dengan menyendiri. Hanya bunda yang selalu menemaniku walaupun awalnya bunda sempat syok. Suatu malam aku mendengar percakapan bunda dengan ayah.
“ Ayah, harus segera membawa Saskia ke rumah sakit! “
“ Apa Saskia bisa sembuh? Ayah pernah dengar Leukimia itu tidak bisa disembuhkan, Bun. “
“ Tapi kita harus mencoba dulu, Yah! Apa Ayah ingin liat Saskia menderita?”
“ Baiklah. Besok kita coba ke rumah sakit dulu.”
Keesokan harinya, aku ikut ke rumah sakit bersama bunda dan ayah. Serangkaian pemeriksaan kembali kujalani. Melelahkan. Tibalah konsultasi dengan dokter. Aku didampingi ayah dan bunda tentunya.
“ Saskia ya? “ Tanya dokter itu ramah.
Aku mengangguk pelan.
“ Tenang aja ya…Kamu bisa sembuh kok! “
“ Apa benar anak saya bisa sembuh, Dok? Saya tidak terlalu mengerti tentang Leukimia, saya hanya pernah dengar Leukimia itu tidak bisa disembuhkan.“
Dokter itu tersenyum sekilas. “ Pasti, Pak. Asal Saskia rajin kemotrapi.”
Jujur, aku langsung tenang mendengar jawaban dari dokter.
Selanjutnya, aku pun ikut kemotrapi ditemani bunda. Walaupun kesehatanku semakin menurun, aku tetap tak ingin menyerah pada kenyataan. Aku ingin sembuh. Umurku masih 13 tahu. Masih banyak yang harus kulakukan. Ayah juga kini selalu mendukungku. Begitu juga dengan keluarga dan teman-teman. Aku harus tetap semangat!
Tiga bulan berlalu, rambutku mulai rontok. Malah kepalaku hampir tak berambut. Kesehatanku memburuk. Aku bahkan harus dirawat di rumah sakit. Adik-adikku kini tidak terlalu diperhatikan karena bunda dan ayah sibuk mengurusiku. Ayah kalang kabut mencari pinjaman. Entah berapa banyak biaya yang dihabiskan. Persis seprti bayanganku dulu.  Hari demi hari kesehatan menurun. Merepotkan banyak orang. Mengeluarkan banyak uang. Benar-benar menderita lahir batin. 
“ Kamu harus tetap semangat ya, Saskia! Masih banyak yang mendukungmu. Jangan takut pada kenyataan! Kenyataan akan takluk jika kamu mau berusaha.” Itulah yang selalu dikatakan bunda saat aku menangis sendirian karena lelah menghadapi kenyataan.
Ya, Allah. Aku ingin segera sembuh. Aku tak ingin menyerah pada kenyataan ini.Aku ingin hidup lebih lama dan berguna.
***
Entah berapa lama waktu berlalu. Aku tak ingin menghitungnya lagi. Aku hanya ingin sembuh. Berapa pun lamanya aku akan tetap menunggu kesembuhan dari-Nya. Bunda juga terus mendukungku. Beliau yang menyuruhku tetap sekolah dan menikmati masa remaja. Walaupun kuakui aku tak dapat menikmatinya secara penuh. Konsentrasiku terbagi dua. Penyakit dan pelajaran. Sangat melelahkan.
Namaku Saskia, umurku 18 tahun. Tiga belas tahun yang lalu aku seorang penderita Leukimia. Sampai sekarang aku masih seorang penderita Leukimia yang sampai saat ini masih rutin memeriksakan diri ke rumah sakit. Aku yakin suatu saat aku pasti sembuh karena aku tidak takut pada kenyataan.
***
Sumber : Pengalaman Saskia

 

No comments:

Post a Comment

ありがとう