Cerpen yang pernah ikut serta lomba Chicken Soup (Maap kalo salah nulisnya ^^V) tapi seperti biasa gagal. Daripada cuma nangkring di folder yang berdebu mending aku pasang disini. 悪いけど 読みませんか。
***

Pasti
sakit sekali. Hidup diantara bayang-bayang kematian. Ingin mengeluh, mengeluh
kepada siapa? Kepada Allah? Sama saja tak lagi percaya pada-Nya. Mengeluh
kepada orang tua? Apa salah mereka? Tak ada tempat untuk mengeluh. Menyesakkan.
Menyesal? Apa yang perlu disesali? Bukankah
semuanya telah terjadi? Hari demi hari
kesehatan menurun. Merepotkan banyak orang. Mengeluarkan banyak uang.
Benar-benar menderita lahir batin.
Setidaknya itulah yang ada di bayanganku jika menjadi penderita
Leukimia.
Kubaca
info itu dengan saksama.
Gejala umum Leukemia adalah :
1. Demam dan berkeringat pada
malam hari
2. Sering mengalami infeksi
3. Kelelahan dan lemas
4. Sakit kepala
5. Pendarahan, misalnya gusi
berdarah, lebam kebiruan pada kulit, dan bintik merah
dibawah kulit.
6. Nyeri tulang atau persendian
7. Berat badan turun secara
drastis
Setelah
membacanya tuntas, kubaca juga pengalaman seorang penderita Leukimia. Kisahnya
benar-benar mengharukan. Dia benar-benar kuat dan tabah. Untunglah setelah
kemotrapi dan melakukan pengobatan secara rutin, dia berhasil sembuh. Padahal
awalnya dia divonis tak bisa bertahan lebih dari beberapa bulan. Menakjubkan.
Setelah
kuletakan kembali ke tempat semula, aku pun segera makan siang. Info yang
barusan kubaca langsung kulupakan begitu saja. Maklum perut tak bisa diajak
kompromi lagi.
Hari
demi hari kulewati begitu saja.Tak ada yang aneh dalam kehidupanku. Keluargaku
harmonis. Aku cukup dekat dengan bunda. Ayah juga menyayangiku seperti dengan
adik-adikku. Aku mulai memperhatikan
lawan jenisku. Masih sebatas perhatian, belum sampai ke tahap pacaran seperti
teman-temanku. Iri juga melihat mereka yang suda pacaran. Menurut bunda semua
ada tahap-tahapnya, aku belum boleh ke tahap pacaran karena dianggap belum bisa
membedakan arti ’suka’ dan cinta pada orang lain. Rasa iriku kupendam
dalam-dalam. Buatku apa yang dikatakan bunda adalah yang terbaik
untukku.Walaupun aku tak mengerti maksudnya.
Waktu
kembali berjalan dan tak tahu apa yang akan datang dan terjadi. Entah kenapa
akhir-akhir ini tubuhku sering merasa nyeri. Terutama di persendian. Di tubuhku
juga terdapat memar. Saat malam, aku kadang demam dan berkeringat. Lelah dan
lemas juga sering kualami tanpa sebab. Mimisan juga kerap kali kualami. Tiap
hari kepalaku pusing. Tubuhku tiba-tiba terasa ’asing’ bagiku.
Mengetahui
keadaanku, bunda tentu saja cemas. Sudah beberapa kali aku berobat tetapi tak
ada hasil. Suatu hari ayahdan bunda pun
memeriksakanku ke rumah sakit. Beberapa
tahap pemeriksaan kujalani. Tes darah adalah pemeriksaan yang paling menyakitkan.
Darahku diambil dengan suntikan. Sakit sekali. Hasil pemeriksaan hari ini akan
keluar 2 hari lagi.
Dua
hari berlalu dengan cepat. Secepat kenyataan yang kini harus kuhadapi.
”
Yah, saskia gak kenapa-napa kan? ” tanyaku pada ayah setelah mengambil hasil
pemeriksaan 2 hari yang lalu.
Ayah
diam menatapku. Ada apa sebenarnya?
”
Saskia..., ” ucap ayah lirih.
Aku
diam saja, menebak-nebak apa yang terjadi sebenarnya.
”
Saskia... Kamu mengidap leukimia, ” ujar ayah.
Ketika
itu kakiku langsung lemas seperti tak kuat menahan kenyataan yang begitu berat.
Penyakit yang pernah kubaca di majalah malah menjadi penyakitku?
Ya
Allah, apa salahku?
Kini aku adalah seorang pengidap leukimia. Kehidupan yang
baru kujalani selama 13 tahun benar-benar berubah seperti yang pernah aku
bayangkan sebelumnya. Hidup
diantara bayang-bayang kematian. Ingin mengeluh, mengeluh kepada siapa? Kepada
Allah? Sama saja tak lagi percaya pada-Nya. Mengeluh kepada orang tua? Apa
salah mereka? Tak ada tempat untuk mengeluh. Menyesakkan. Menyesal? Apa yang perlu disesali? Bukankah
semuanya telah terjadi?.
Aku
harus bagaimana?
Sejak
aku tahu penyakitku, hari-hari kuisi dengan menyendiri. Hanya bunda yang selalu
menemaniku walaupun awalnya bunda sempat syok. Suatu malam aku mendengar
percakapan bunda dengan ayah.
“
Ayah, harus segera membawa Saskia ke rumah sakit! “
“
Apa Saskia bisa sembuh? Ayah pernah dengar Leukimia itu tidak bisa disembuhkan,
Bun. “
“
Tapi kita harus mencoba dulu, Yah! Apa Ayah ingin liat Saskia menderita?”
“
Baiklah. Besok kita coba ke rumah sakit dulu.”
Keesokan
harinya, aku ikut ke rumah sakit bersama bunda dan ayah. Serangkaian
pemeriksaan kembali kujalani. Melelahkan. Tibalah konsultasi dengan dokter. Aku
didampingi ayah dan bunda tentunya.
“
Saskia ya? “ Tanya dokter itu ramah.
Aku
mengangguk pelan.
“
Tenang aja ya…Kamu bisa sembuh kok! “
“
Apa benar anak saya bisa sembuh, Dok? Saya tidak terlalu mengerti tentang
Leukimia, saya hanya pernah dengar Leukimia itu tidak bisa disembuhkan.“
Dokter
itu tersenyum sekilas. “ Pasti, Pak. Asal Saskia rajin kemotrapi.”
Jujur,
aku langsung tenang mendengar jawaban dari dokter.
Selanjutnya,
aku pun ikut kemotrapi ditemani bunda. Walaupun kesehatanku semakin menurun,
aku tetap tak ingin menyerah pada kenyataan. Aku ingin sembuh. Umurku masih 13
tahu. Masih banyak yang harus kulakukan. Ayah juga kini selalu mendukungku.
Begitu juga dengan keluarga dan teman-teman. Aku harus tetap semangat!
Tiga
bulan berlalu, rambutku mulai rontok. Malah kepalaku hampir tak berambut.
Kesehatanku memburuk. Aku bahkan harus dirawat di rumah sakit. Adik-adikku kini
tidak terlalu diperhatikan karena bunda dan ayah sibuk mengurusiku. Ayah kalang
kabut mencari pinjaman. Entah berapa banyak biaya yang dihabiskan. Persis
seprti bayanganku dulu. Hari demi hari kesehatan menurun. Merepotkan
banyak orang. Mengeluarkan banyak uang. Benar-benar menderita lahir batin.
“
Kamu harus tetap semangat ya, Saskia! Masih banyak yang mendukungmu. Jangan
takut pada kenyataan! Kenyataan akan takluk jika kamu mau berusaha.” Itulah
yang selalu dikatakan bunda saat aku menangis sendirian karena lelah menghadapi
kenyataan.
Ya,
Allah. Aku ingin segera sembuh. Aku tak ingin menyerah pada kenyataan ini.Aku
ingin hidup lebih lama dan berguna.
***
Entah
berapa lama waktu berlalu. Aku tak ingin menghitungnya lagi. Aku hanya ingin
sembuh. Berapa pun lamanya aku akan tetap menunggu kesembuhan dari-Nya. Bunda
juga terus mendukungku. Beliau yang menyuruhku tetap sekolah dan menikmati masa
remaja. Walaupun kuakui aku tak dapat menikmatinya secara penuh. Konsentrasiku
terbagi dua. Penyakit dan pelajaran. Sangat melelahkan.
Namaku
Saskia, umurku 18 tahun. Tiga belas tahun yang lalu aku seorang penderita
Leukimia. Sampai sekarang aku masih seorang penderita Leukimia yang sampai saat
ini masih rutin memeriksakan diri ke rumah sakit. Aku yakin suatu saat aku
pasti sembuh karena aku tidak takut pada kenyataan.
***
Sumber : Pengalaman Saskia
No comments:
Post a Comment
ありがとう