Ozy tersenyum
melihat tulisannya yang berderet rapi di kolom cita-cita. Polisi. Begitu
bunyinya. Ah… hanya membayangkan saja Ozy jadi bangga. Apalagi kalau dia
benar-benar menjadi polisi. Bangga sekali!
Tak ada alasan
yang jelas kenapa Ozy begitu ingin menjadi polisi.
“ Kenapa kamu pengen banget jadi polisi sih?”
tanya Bayu pada suatu hari di bulan krisis.
“ Aku pengen punya banyak uang. ” Ozy menjawabnya
enteng karena lagi makan kerupuk ( Apa hubungannya? )
Lain Bayu lain pula Mamat.
“ Kenapa harus polisi sih?Gak ada profesi lain
apa? ”
“ Ada. Banyak malah. “
“ Apa? “
“ Pembantu polisi, suaminya polisi, satpamnya polisi,
pembantunya polisi, sekretarisnya polisi, tukang cukurnya polisi, tetangganya
polisi, bla, bla, bla… “
Gubrak! Mamat jatuh dengan kata ‘ polisi ‘
berputar-putar mengelilingi kepalanya.
Jika Ozy diperiksakan ke dokter, mungkin dokter
langsung angkat tangan. Pasalnya, Ozy telah terjangkiti virus aneh nan langka
bernama FBP ( Fans Berat Polisi ).
Sebuah virus dimana si penderita mengucapkan kata ‘ polisi ‘ lebih dari 100
kali dalam sehari.Mengerikan!!!
Dan tadi tepat
100 kalinya Ozy mengucapkan kata keramat itu. Polisi.
“ Kok kamu gak nulis polisi sih di kolom
cita-cita? Sini aku tulisin. “ Tangan Ozy bergerak setelah melihat kolom
cita-cita di data pribadiku untuk album kenangan kosong melompong. Segera saja
kusembunyikan lembar data pribadiku itu dari keganasan Ozy. Tetapi, Ozy
berhasil merengutnya dariku. Dan mulai menulis… Polisi!!!
Oke, ralat! Tambah lagi ciri penderita virus FBP.
Penderita virus FBP selalu memaksakan kehendak orang lain! Khususnya cita-cita.
“ Kenapa harus jadi polisi? Ini kan data
pribadiku, bukan data pribadimu, ngapain kamu liat-liat? Nulis seenaknya
sendiri lagi!” Tanganku langsung merebut lembar data pribadiku dari Ozy. Lalu,
kuganti kata polisi dengan ilusator.
“ Polisi itu pekerjaan yang mulia lho!”
Seratus tiga.
Ozy telah mengatakan kata keramatnya sebanyak seratus tiga kali. Dan aku tak
tahu seberapa banyak lagi dia akan mengatakannya hari ini.
“ Mulia? “
Dahiku berkerut. “ Kalo kamu jadi polisi, kata ‘ mulia ‘ kabur duluan!” Aku mulai panas.
“ Jadi kamu benci polisi? ”
Seratus empat. Dia telah mengucapkan kata ‘ polisi
‘ seratus empat kali. Kalo udah 110 kali, aku akan me-lakban mulutnya.
“ Benci! Benci banget!!! “ Suaraku meninggi.
“ Kenapa kamu benci polisi? Ayahmu kan polisi, apa
kamu benci ayahmu? Kalo pun iya, jangan benci polisi dong! Asal tau aja ya,
kalo kamu benci polisi otomatis kamu benci ayahmu juga! Terus kalo kamu benci
polisi, kamu berarti benci aku juga tau!!! “ Ozy mendelik lalu pergi membawa
lembar data pribadinya dan mendekati meja Slamet.
Ya, aku benci. Benci pada polisi. Pada Ayahku. Dan
pada…mu,batinku. Dasar cerewet!
Oya, aku tak jadi me-lakban mulutnya karena dia
baru mengucapkan kata ‘ polisi ‘ sebanyak 109 kali. Kurang satu lagi.
“ Wah, kamu pengen jadi polisi ya? “ teriak Ozy
saat melihat kata ‘ polisi ‘ di kolom cita-cita pada lembar data pribadi milik
Slamet.
Sepertinya aku harus me-lakban mulutnya!!!
???
***
“ Pokonya gak mau!!! “
“ Vidar! “
“ Gak mau!!! Vidar pengen jadi ilusator bukan
polisi!!! “
“ Kamu harus jadi polisi!!! “
“ GAK MAU!!! “
“ Kenapa? “
“ Polisi itu jahat! “
“ Jahat? Semua polisi itu baik, mau melindungi
orang dari kecelakaan, pencurian, dan lainnya. “
“ Polisi itu
mata duitan! Suka nilangin orang! Suka maksa! “
“ Mata duitan? Suka nilangin? Suka maksa? “ ulang
Ayah. “ Lalu, siapa yang suka nyogok, suka melanggar peraturan lalu
lintas, hah?!? Dan siapa pula yang suka
berontak? “ Suara ayahnya meninggi. “ Kalau mereka mau menuruti aturan dengan
baik, maka polisi akan baik juga. “
“ Lalu, apakah menjadi polisi itu merupakan
aturan?!? Atau paksaan? “
Drrtt, drrtt,
drrtt… Ayah mengambil handphonenya dari dalam saku pakaian dinasnya.
“ Halo…Ya…Iya
sebentar lagi saya kesana. “ Klik. Ayah terdiam. Dan aku telah menghilang
dari hadapannya.
***
Kalau Jin Aladin
benar-benar ada, aku hanya akan meminta satu permintaan. Satu. Ya, hanya satu
yaitu membuang mulut Ozy ke Planet Pluto. Oh, bukan. Dia masih bisa
mengambilnya lagi. Tempat yang cocok mungkin planet paling jauh di luar
Milkyway. Emmm…aku rasa dia masih bisa mengambilnya. Lubang hitam. Ya, aku
harus membuang mulut Ozy ke lubang
hitam. Rencana pembuangan ini bukannya tanpa alasan. Pasalnya, sehari
ini Ozy telah mengatakan kata keramatnya sebanyak 299 kali ( Ini yang baru
kudengar belum termasuk yang aku lewatkan. ). Wuih, hampir mengalahkan rekor
yang dia ciptakan sendiri yaitu 310 kali. Hal ini mungkin membanggakan bagi
Ozy. Tapi, bagiku ini menyakitkan. Menyakitkan hati. Dan tentunya…telingaku.
“ Harusnya kamu
bangga disuruh jadi polisi, berarti kamu itu ada tampang jadi polisi. Nah, aku yang ngiler banget pengen jadi
polisi malah gak boleh sama abahku. Kamu udah jelas-jelas boleh dan memenuhi
syarat jadi polisi malah nolak! “ ocehnya.
Aku diam saja. Tetapi, telingaku jelas telah
panas. Mendidih malah.
“ Pake kabur segala lagi! Emang kamu pikir itu
cool? Keren? Hah?!? “
…
“ Kamu harus
inget! Sebagai anak kita harus menuruti permintaan orang tua. Kalo ayahmu
pengen kamu jadi polisi ya kamu harus jadi polisi. Toh, menjadi polisi bukanlah
suatu dosa. Malahan menjadi polisi itu merupakan tugas yang mulia, “
ceramahnya. Terrr..lalu…( Dikiranya Bang Haji Roma apa??? )
Aku terlelap.
Mencoba terlelap. Tetapi, telingaku yang telah kututup rapat-rapat dengan
bantal Gundamnya masih aktif mendengarkan ceramah tak berujung Ozy yang
membuat darahku mendidih.
“ Terus kenapa
kamu pengen jadi ilusator? Gak keren. Gak berguna. Gak mutu. Kerjaannya cuma
corat-coret doang! Mending jadi polisi. Lebih keren tau! “
Oke. Ini namanya
sudah penghinaan. Dan ini membuatku sebal pada Ozy. Dan juga membuatku sadar
bahwa pulang ke rumah lebih baik daripada tinggal di sini. Di kamar pengidap
virus FPB stadium akut. Ya, lebih baik kalau aku pulang saja, toh ayah sudah
berangkat dinas. Ya, aku harus
pulang!
“ Terus polisi itu baik lho! Mau melindungi orang
lain. “
Aku diam. Satu kali lagi!
“ Lagipula jadi polisi itu untung. Dapat banyak
pahala juga dapat banyak uang. Terus bla, bla, bla… “ Mulut Ozy terus bergerak.
Aku ingin pulang! Aku tidak boleh berdiam diri.
Plok, plok, plok… Aku bertepuk tangan . “ Selamat kamu dapat penghargaan! “
Aku bangun dari tempat tidurnya.
“ Penghargaan? “
tanya Ozy bingung. Akhirnya dia berhenti juga.
Belum sempat aku
membuka mulut, pintu kamar Ozy terbuka lebih dulu. Kepala Kakak Ozy langsung
menyembul.
“ Vidar, ini
hape kamu kan? “ Kak Falen menunjukan Nokia 5700 milikku.
“ Iya. Emang ada apa, Kak? ”
“ Tadi hape kamu bunyi ternyata ada telepon, dari
kantor polisi katanya. Gak sengaja kakak yang angkat terus tanya kamu ada gak,
kakak jawab aja ada. Nih, katanya pengen ngomong sama kamu. “ Kak Falen
memberikan handphoneku.
“ Eits, bentar
dulu! Tadi penghargaan apa sih? “ tanya Ozy penasaran sebelum aku mengangkat
telepon.
Bibirku
tersenyum, membuatnya penasaran. “ Ada deh! “
“ Halo…Iya, saya
Vidar……………………….”
***
Aku terduduk
lemas di depan sebuah pusara yang masih merah lengkap dengan bungan-bunganya
yang masih wangi menyengat khas bunga 7 rupa. Perkuburan telah lengang.
Menyisakan suasana hening, penuh kekusyukan pada-Nya. Tanganku menengadah ke
atas, berdoa. Tetapi,di telingaku terus terdengar suara-suara yang mengingatkan
dengan ayah.
“ … Semua polisi itu baik, mau melindungi
orang dari kecelakaan, pencurian, dan lainnya. “
“ … Toh, menjadi polisi bukanlah suatu
dosa. Malahan menjadi polisi itu merupakan tugas yang mulia. ”
“ … Maaf, ayah Adik meninggal dalam tugas.
Beliau tertabrak truk saat mengejar pengendara motor yang tidak memakai helm.
Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, beliau berpesan agar saya mengajak
Adik bergabung menjadi polisi. Dan percayalah, Dik, bahwa polisi itu baik. Contohnya
ayah Adik sendiri. Beliau sebenarnya akan menolong pengendara motor itu karena
jika pengendara itu mengalami kecelakaan resiko meninggalnya tinggi. Sayangnya,
pengendara itu tidak patuh dan malah kabur. Jadilah, ayah Adik mengejarnya.
Hampir saja pengendara itu tertabrak truk jika ayah Adik tidak segera
mendorongnya menjauh. Dan… ayah Adiklah yang tertabrak. Kami dari pihak
kepolisian, mohon maaf dan turut berbela sungkawa sedalam-dalamnya… “
Tes! Airmataku
jatuh. Doaku terhenti.
Ibuku telah lama
meninggal. Dan kini ayah telah meninggal juga. Aku adalah anak semata wayang.
Maka, kini aku sendirian. Hatiku hampa. Pikiranku kosong. Tak tahu apa yang
harus kulakukan nanti.
“ Kamu harus jadi polisi! “ Kalimat itu terngiang di telingaku.
Berulang-ulang.
Puk! Seorang menepuk bahuku dari belakang.
Ozy!
“ Ayo, pulang! “ ucapnya.
Ku seka airmataku. Bibirku susah payah mengulas
senyum. Senyum tipis. Aku segera berdiri dibantu Ozy. Kami lalu berjalan
beriringan seraya memandang matahari senja lewat celah daun kamboja.
“ Ozy! “
“ Apa? “
“ Aku pengen jadi polisi…, “ ucapku lirih.
Ozy tersenyum. Aku juga.
Dan suara burung gagak melepas kepergian kami dari
perkuburan yang semakin hening dan senyap menyambut datangnya gelap.
***
Hari ini aku dan Ozy akan mendaftar ke AKPOL agar
nanti bisa menjadi polisi. Seminggu yang lalu kami telah lulus SMA dengan hasil
yang memuaskan ( Tetapi menurut Ozy, nilai Matematikanya kurang memuaskan. Dia
ingin nilai Matematikanya itu 10 bukan 9,8 . Dasar anak itu! ).
Kami berangkat
pukul 11 siang. Padahal pendaftaran ditutup pukul setengah dua belas! . Ini
hari terakhir pula. Alamak! Ozy yang mengendarai motor langsung tancap gas.
Nguuung…! Motor
melaju kencang. Untunglah, jalanan tampaknya lengang.
“ Eh, kayaknya
kita telat deh! “ ucapku di tengah perjalanan.
“ Ini kan gara-gara kamu! “
“ Kok gara-gara aku? “
“ Tadi kan kamu bangunnya telat, Dar!”
“ Enak aja! Gara-gara kamu kali! Kamu kan tadi
mandinya lama! “ bantahku sewot.
“ Kan gak
ngaruh! “ sangkalnya.
“ Gak ngaruh
apanya?!? Aku emang bangun jam sepuluh tapi pas aku mau mandi ternyata kamu
lagi mandi. Ya, aku nunggu. Mandinya
kamu lama banget tau! Setengah jam lebih! “
“ Biarin…,” ujar Ozy tanpa rasa bersalah
sedikitpun.
Bikin gregetan nih anak! Tanganku pun tak bisa tinggal diam. Tanpa
ampun aku menjitak kepalanya yang terbungkus helm.
“ Apa-apaan
sih?!? “ seru Ozy. Motor agak oleng seketika.
Tiiin…! Raungan
klakson membuatku menoleh ke belakang. Polisi!!! Polisi mengejar kami!!!
“ Hey, kalian! Berhenti!
“
“ Kenapa, Pak? “
tanyaku sambil membuka kaca helm. Motor masih tetap melaju karena tampaknya Ozy
belum tahu tentang adanya polisi itu.
“ Kalian mengganggu lalu lintas! “ Dari mulutnya
samar-samar tercium bau minuman keras.
“ Mengganggu laul lintas? Kami sudah menaati
peraturan lalu lintas kok, Pak! Kami punya SIM, STNK, dan sudah memakai helm.
Lalu, apa yang mengganggu? “
“ Kalian berhenti dulu! “ teriak polisi itu garang
lantas segera menyalip kami.
“ Kenapa ada polisi, Dar? “ tanya Ozy bingung karena
daritadi tak tahu apa-apa.
“ Heh! Berhenti! “ Polisi itu kini telah sejajar
dengan kami.
Kulihat jam tanganku yang telah menujukkan pukul
setengah dua belas tepat!!!
“ Waktunya udah
mepet, mending kita kabur aja! Daripada telat, “ ucapku agak keras di dekat telinga Ozy yang
tertutup oleh helm.
“ Tapi… “
“ Heh!!!
Berhenti!!! “ Polisi itu berteriak keras.
“ Udah kabur
aja! Toh, kita gak salah kok! “ Memang tidak ada yang salah kan?
“ Heh!!!
Berhenti!!! “
Nguuung…!!!
Motor kami akhirnya menyalip motor polisi itu.
“ Gak pa-pa nih, Dar? “
“ Nyantai aja… “
“ Nyantai aja? Maksudku kita telat gak? Ini jam
berapa? “
“ Eh… Udah telat sih. Tapi, kata omku, kalo
belum jam 12 gak pa-pa kok! Ini baru jam setengah dua belas lebih 5 menit. “
“ Untunglah… “
Tiiin…!!! Polisi
itu masih mengejar.
“ Heh! Berhenti
kalian!!! “
“ Lewat jalan
pintas aja, Zy! Yang biasa buat adu burung dara, “ perintahku mengingat waktu
yang mepet dan polisi aneh yang terus mengejar.
“ Yang lewat
tengah sawah kan? Oke deh! “
Kami pun lewat jalan pintas. Polisi aneh itu tak
mau mengalah. Dia terus saja mengejar kami. Sebenarnya maunya dia apa
sih?
“ Aduh,
bensinnya mau abis! “
Waduh!
Motor kami pun
mulai melambat. Dan membuat motornya semakin mendekati kami.
“ Kamu turun deh! Ntar biar yang ditangkap aku
aja! Terus kamu naik angkot ke kantornya, “ usul Ozy.
Benar juga sih. Tapi, … “ Gak mau! Kita mau jadi
polisi berdua, batalnya juga berdua juga dong! “ tolakku.
Tepat saat itu polisi telah menjajari kami. Dia
mendelik ke arah kami. “ Berhenti!!! “ Bau minuman keras keluar tajam dari
mulutnya, menguatkan dugaan bahwa polisi ini tidak benar.
Kami harus
kabur.
“ Sana cepet
turun! “
“ Gak mau!!! “
“ Berhenti!!! “
Motor tetap
melaju. Aku juga tak kunjung turun dari motor. Polisi itu tak sabar lagi dan mulai meraih ekor motor kami. Dia
berhasil. Dia langsung menarik dan mengguncang-guncang motor kami dari
belakang. Kami tetap ngotot berjalan dengan motor kami. Kami diam. Suasana
begitu tegang.
Polisi makin
marah. Dia lalu menendangi motor kami. Kami tetap saja melaju. Lalu, saat
melewati tikungan, polisi itu menendang motor kami dengan sangat kuat dan
keras. Sangat keras! Aku segera memejamkan mata.
Motor pun oleng.
Jatuh terguling-guling. Bersamaan itu suara Ozy mengerang kesakitan menjadi
suara yang membuat mataku terbuka.
“ Ozy… !!! “ teriakku
saat melihat Ozy yang bersimbah darah tertindih motor, tak jauh dariku.
“ Vi… Vi… Vi…dar… , “ ucapnya susah payah.
Aku segera mendekat dan menyingkirkan motor dari
atas tubuhnya. Kuraih kepalanya lalu kupangku. Airmataku mengucur deras.
Bibirku tak dapat mengucapkan sesuatu. Hatiku tercampur aduk. Antara sedih,
marah, dan geram. Kemana perginya polisi sialan itu? Seenaknya saja dia
kabur!!!
Kata-kata tentang kebaikan polisi kembali
terngiang. Seperti kaset yang berdengung menyakitkan hati.
Aku benci polisi! Aku benci polisi!!! AKU BENCI
POLISI!!! AMAT SANGAT BENCI POLISI!!!
Persetan dengan semua! Yang penting AKU BENCI
POLISI!!!
Ozy mengerang pelan. Nafasnya tersengal-sengal
seolah kehabisan udara. Haruskah berakhir seperti ini?
“ Vi… vi… dar… “
“ Apa, Zy? “
“ Ja… ja… ngan… ben… ci…po..po…………. ”
Aku menutup
telingaku. Aku tidak ingin dengar! Tidak ingin!
Setelah itu,
mata Ozy mulai tertutup pelan-pelan. Nafasnya menghilang perlahan. Dan bibirnya
mengulas senyum damai.
Airmataku
langsung menderas.
“ OZYYY… !!! “
***
Aku tersenyum
puas. Bangga. Tanpa rasa bersalah. Mataku menyiratkan mata elang yang telah
memangsa buruannya. Dengan santainya, aku melangkahkan kakiku. Memasukan kedua
tanganku ke dalam saku celana.
Dendamku
terbalas sudah. Kematian Ozy 5 tahun yang lalu akhirnya terbalas. Keinginan
ayah terkabul juga.
Kini aku telah menjadi polisi. Polisi yang
membenci polisi. Polisi yang tak ingin jadi polisi. Polisi yang membunuh
polisi!!!
Bunyi mobil pemadam kebakaran meraung. Sedangkan
aku dengan santai meninggalkan kantor tempatku bekerja dalam keadaan terlalap
si jago merah.
No comments:
Post a Comment
ありがとう